Penggemar layar kaca saat ini bisa saja tengah terpana oleh drama TV Layangan Putus. Serial ini boleh menjadi meluapkan emosi para pirsawan yang sepanjang ini terpendam.
Dalam makna Freudian, emosi-emosi yang tidak selesai akan muncul lagi terhadap era yang tidak disangka-sangka bersama cara yang buruk. Misalnya ketidakpuasan kami terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang tidak sempat terungkap bet 10 ribu sebelumnya. Emosi juga muncul saat kami merasa dikhianati orang lain, atau ada orang yang sepertinya tidak loyal terhadap kita.
Serial Layangan Putus bisa saja tepat meluapkan kecemasan kita. Drama berseri inimungkin mewakili perasaan gundah gulana dalam diri kita.
Dalam teater Yunani kuno, peperangan, konflik dan pertikaian dalam drama tragedi dan komedi merupakan terapi untuk menghaluskan atau mengurangi akibat ketidakpuasan dalam kehidupan ini. Kita butuh fasilitas untuk meluapkan perasaan.
Di dunia nyata, di desa aku di Yogyakarta, tepat di pematang sawah-sawah di Kecamatan Kalasan, layangan bukan hanya sebagai judul serial TV. Melainkan style mainan yang banyak digemari masyarakat.
Banyak anak kecil, anak muda dan bapak-bapak bahkan, menerbangkan layangan dalam beragam bentuk. Tempat untuk menerbangkannya di beragam medan. Di tanah datar yang akan dibangun jalur tol tidak benar satunya. Mereka bermain layangan untuk menghibur diri. Maka, jadilah kerumunan kecil-kecil outdoor di era pandemi. Tujuannya sama, memandang layangan yang kebanyakan diterbangkan di sore hari. Sabtu dan Minggu kebanyakan lebih banyak yang menyaksikan agar para penerbang layang-layang muncul lebih bersemangat.
Layangan tradisional di Indonesia terbatas terhadap layangan aduan dan layangan suwangan atau sendaren. Layangan aduan bentuknya sederhana seperti ketupat. Benangnya kebanyakan diberi senjata pecahan kaca, atau disebut gelasan. Benang akan diadu bersama cara tarik ulur. Pecahan kaca yang tajam di benang gelasan akan mengiris benang lain. Layangan yang menang akan selalu terbang bersama jumawa. Sementara layangan yang kalah akan putus. Kepuasan muncul terhadap yang menang. Yang kalah kebanyakan mempersiapkan aduan yang lain.
Adapun layangan sendaren atau suwangan di setiap tempat membawa beragam bentuk berbeda. Ada yang berwujud bulan penuh, bulan sabit, matahari, burung, daun, kotak, dan bentuk-bentuk lain. Suwangan ditempatkan di depan layangan dan berbunyi keras tertiup angin saat terbang. Suwangan yang terbuat berasal dari bahan bagus berasal dari dahan aren digodog terdengar sampai dua kilometer. Dulu pita kaset juga dapat dijadikan bahan untuk itu. Saat ini tentu banyak bahan plastik yang ditiup angin akan berbunyi.
Yang mengejutkan adalah inovasi dan adaptasi layangan naga di Kalasan, Yogyakarta. Di tempat ini, satu layangan terdiri atas 120 bulatan dan bendera, atau lebih, bersama panjang kurang lebih 60 meter.
Dari atas berkibar bagai ekor naga, di tengah adalah badan naga yang panjang meliuk-liuk terterpa angin, dan bawah adalah kepala naga dihiasi bersama taring dan rambut yang mengerikan. Layangan ini seperti dalam kebiasaan China. Di pematang sawah Kalasan, ada beberapa naga bersama warna dan warni yang berbeda.
Permainan layangan memadai menghibur. Yang mengakibatkan dan menerbangkan bersama slot habanero bangga memegang layanganannya. Yang menyaksikan berasal dari jauh terkesima kemudian mendekat. Saya sendiri memandang beralama-lama dan mendekat yang menerbangkan. Saya bertanya sistem pembuatan dan cara menerbangkannya.
Komunitas layangan udah terbentuk sendiri di Yogyakarta. Tak terbatas di tanah lapang di dataran tinggi, di pantai atau tempat rekreasi juga seringkali ditemukan. Kehadirannya yang memadai menghibur inilah yang bisa saja memerlukan area apresiasi untuk layangan.
Layangan dalam konteks sosial ini udah menghimpun keperluan kami sebagai bangsa. Yang menerbangkan, melihat, dan menikmati udah tidak lagi mempertimbangkan agama, etnis, budaya, tradisi. Semua setara dan sejajar dalam menikmati layangan ini. Tidak ada yang mengamati bentuk mata, warna kulit, atau agama apa dalam menikmati layangan ini. Tidak ada yang bertanya mazhab keagamaan, partai politik, pilihan pemimpin 2024, atau hal-lain yang serius. Cukup menghibur dan menyamakan persepsi dalam keperluan yang sama, menikmati layangan terbang.
Berbicara soal politik, agama, dan bahkan ekonomi kadang-kadang mengakibatkan perbedaan menajam. Terutama menyinggung perihal agama, itu sangatlah peka di penduduk kita. Jika kami tidak tepat berpendapat, atau tidak sama bersama grup tertentu, dapat saja bersama enteng dipojokkan, dijauhi, atau bahkan ada undang-undang ITE atau penodaan agama di area publik yang dapat menjerat.
Kita wajib hati-hati. Apalagi menjelang persiapan hajatan politik 2024. Kita tengok banyak yang udah memanfaatkan momentum keagamaan, atau sengaja menyinggung identitas keagamaan sebagai jalur meraup simpati.
Mungkin penduduk kami butuh rileksasi, wajib menyimak permainan seperti layangan, agar mengurangi ketersinggungan. Saat ini di Australia tengah ada persaingan tenis Australian Open. Tetapi kami udah kadung gandrung bersama bola kaki, tapi kami belum sukses juara bahkan di tingkat regional Asia Tenggara. Yang menjadi andalan kami adalah bulutangkis yang sifatnya kemampuan individu. Namun, meski prestasi olahraga kami belum merata di seluruh cabang, selalu wajib ada porsi di area publik. Karena, permainan dan olahraga banyak mencairkan suasana.
Seperti serial layangan putus di TV tadi, kami memerlukan permainan yang sama-sama kami nikmati. Manusia hakekatnya adalah homo luden, yaitu bahagia permainan. Mungkin segi ini yang wajib kami garap bersama-sama. Jangan lah kami terlampau betul-betul dan ketat menyimak kesalahan-kesalahan kawan-kawan sendiri dalam politik, agama, dan sosial. Kita memerlukan hal-hal yang mengakibatkan relasi antar kami santai.
Nabi Muhammad sendiri terhadap suatu ketika mendapati Aisyah, istrinya yang slot bet 100 bermain bersama boneka. Tentu berjalan perbincangan menarik perihal permainan ini. Memanah, berkuda, berenang adalah cabang saat itu yang masih dilestarikan berasal dari era Yunani, Romawi, dan Persia. China, India, dan bahkan Nusantara membawa perhatian khusus terhadap cabang ini. Mari bermain atau memandang layangan, mari menghibur diri.