Ada perundungan di fakultas kedokteran dan seberapa berat pekerjaannya?
Di media sosial X, pengakuan yang diduga dibuat oleh mahasiswa PPDS Anastesi Undip tentang beban kerja yang dianggap terlalu berat tersebar luas.
Dokter PPDS mengatakan bahwa operasi mencapai 120 pasien setiap hari, sehingga seringkali baru selesai pukul 03:00 pagi keesokan harinya.
Dianggap wajar, jumlah jam kerja ini diberikan kepada dokter residen lebih banyak kesempatan praktik, yang merupakan “keunggulan” Undip dibandingkan universitas lain.
Soal beban kerja yang berat juga diakui seorang dokter PPDS anastesi, Dina (bukan nama sebenarnya).
Dia mengaku jam bekerja di tempatnya dimulai pukul 07:00 WIB. Tapi karena harus mempersiapkan ruang operasi dan pasien yang akan ditangani, dia harus masuk lebih cepat kira-kira 30 menit sampai satu jam.
Di ruang operasi, dia – yang didampingi dokter senior – tak boleh lengah sedikit pun memantau monitor yang menunjukkan tanda-tanda vital pasien.
Jika ada terdapat ‘bunyi’ pada monitor, maka dia bertanggung jawab melakukan intervensi untuk menstabilkan kondisi pasien.
“Kalau ngobrol sama prodi lain kayak bedah umum mereka kan memang dipersiapkan untuk operasi panjang, jadi secara fisik harus kuat. Kalau kita dokter anastesi enggak cuma fisik tapi daya tahan harus,” ujar Dina.
“Kami dibiasakan memonitor per detik, per menit… jadi on terus. Capek karena enggak bisa meleng sama sekali,” sambungnya.
“Dan intervensinya harus cepat, ada perubahan sedikit [pada pasien] harus langsung diintervensi, meleng dikit hasilnya bisa beda untuk pasien.”
“Intinya harus alert terus, itu yang berat. Kelihatannya aja dokter anastesi duduk doang… padahal kepala muter terus.”
Yang bikin https://resultadosemponto.com/ melelahkan selama menjalani residensi, kata dia, proses seperti itu dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang berdekatan.
Apalagi kalau dalam sehari ada lima operasi dan satu tindakan berlangsung selama berjam-jam.
Dina mengaku pernah baru betul-betul selesai bekerja pukul 02:00 pagi keesokan harinya.
“Dokter anastesi enggak berhenti kerjanya, lanjut terus.”
“Sudah datang paling duluan, pulang belakangan. Kalau dokter bedah selesai operasi, bisa langsung pergi… kalau anastesi harus nunggu pasien sadar dan mengantar sampai ke kamar.””Besoknya sama rutinitasnya, masuk mulai jam 07:00 pagi.”
Dengan segala rutinitas tersebut, Dina mengaku ada kalanya mengalami stres luar biasa, lelah tak berkesudahan, dan pernah hampir menyerah.
Dia bahkan sampai mempertanyakan kemampuan dirinya apakah masih bisa melanjutkan pendidikan yang ditempuhkan sembari membatin apakah ia cukup pintar menangani pasien jika kondisi fisiknya sangat lelah.
Sebab selain menjalani pendidikan praktik, Dina juga harus menyelesaikan tugas tertulis seperti membuat makalah setiap bulan.
Untuk membagi waktu, katanya, cukup sulit apabila kondisi badan sudah terlalu lelah.
“Kayak kerja rodi, capek fisik, mental, capek [bikin tugas ilmiah] karena tetap harus belajar setiap hari. Sekarang sudah ikutin ritme pasien, yah mulai adaptasi.”
“Ada yang pulang malam, lanjut bergadang [sampai pagi], atau ada yang belajar di tengah praktik. Kalau saya lagi pulang cepat jam 19:00 malam, kerjain [tugas paper] sampai pukul 24:00 malam, yah disempat-sempatin lah.”
Perjalanan Dina menuntaskan pendidikan dokter spesialis masih dua tahun lagi.
Dia berharap bisa cepat-cepat lulus, sehingga dapat langsung bekerja di rumah sakit yang memberikannya beasiswa PPDS ini.
Soal perlakuan perundungan atau bullying dari senior ke junior, Dina mengaku beruntung karena pihak kampus tegas melarang hal seperti itu.
Sejak awal masuk pun, katanya, sudah ada ketentuan keras yang melarang “senior menyuruh-nyuruh junior”. Kalau melanggar bakal dikeluarkan.
“Kalau ada yang merasa di-bully, isi link [pengaduan].”
IDI: Bullying sudah berkurang 80%
Topik mengenai perundungan di lingkup pendidikan dokter spesialis sebetulnya bukan barang baru.
Pada awal tahun ini, Kementerian Kesehatan melakukan skrining kesejahatan jiwa yang melibatkan 12.121 mahasiswa PPDS di 28 rumah sakit vertikal pendidikan di Indonesia pada 21, 22, dan 24 Maret.
RS vertikal adalah rumah sakit yang berada di bawah pengelolaan Kemenkes.